sinopsis azab dan sengsara
Identitas
Buku
Judul
Buku : Azab dan Sengsara
Karya
: Merari Siregar
Penerbit : Balai Pustaka, terbitan XVII, 2000
Angkatan : 20-an
Jumlah halaman : 124 halaman
Unsur-unsur intrinsik Novel
a.Tema
Adat dan kebiasaan yang kurang baik di tengah-tengah masyarakat dapat membawa
azab dan
sengsara.
b. Tokoh
Mariamin : Baik, pengiba, rajin, ramah, penyabar, dan pemaaf
Aminu’ddin : Baik, rajin, pengiba, pandai, dan berbakti.
Sutan Baringin atau Ayah Mariamin : Pemarah, malas, tamak, angkuh, dan bengis.
Nuria atau Ibu Mariamin : Penyabar, sederhana, setia, dan pengiba
Baginda Diatas atau Ayah Aminu’ddin : Baik, rajin, dan bijaksana.
Ibu Aminu’ddin : Baik, pengiba, dan setia.
Kasibun : Jahat, bengis, pandai dalam tipu daya, buas, dan ganas
Marah Sait : Jahat, dan suka menghasut
c. Latar
Waktu : Senja, malam hari, pagi hari, siang hari, dalam
perjalanan pulang dari sawah, hari Jum’at
Tempat : Di atas batu besar di sebelah rusuk rumah dekat sungai
sipirok, di dalam rumah Mariamin, rumah Aminu’ddin di kampung A, di sawah, di
pondok, di jalan, di stasiun, di rumah kerabat Aminu’ddin di Medan, di perahu,
di rumah Kasibun di Medan, dikantor polisi, dan tempat peristirahatan terakhir
Mariamin selama-lamanya (di kuburan).
d. Amanat
- ·
Janganlah menjadi orang yang serakah
- ·
Jangan mengambil hak milik orang lain
- ·
Tabahlah dalam menghadapi segala cobaan
- ·
Adat dan kebiasaan yang kurang baik sebaiknya di hilangkan agar tidak
menyengsarakan bagi orang yang menjalankannya.
- ·
Jangan mengambil hak milik orang lain
e. Alur Campuran
Pengenalan tokoh, di waktu senja, saat Aminu’ddin berpamitan pada Mariamin
hendak pergi ke medan untuk mencari pekerjaan, kemudian menceritakan saat
Mariamin dan Aminu’ddin masih kanak-kanak dan orang tua dan keduanya dari sejak
menikah kemudian kembali menceritakan Aminu’ddin yang telah berada di medan dan
memperoleh pekerjaan, selanjutnya Aminu’ddin menikah dengan gadis lain pilihan
ayahnya, setelah dua tahun Mariamin pun menikah dengan orang yang tidak
dikenalnya, pernikahannya tidak bahagia dan Mariamin pun bercerai dan kembali
ke negerinya sampai ia meninggal dan dikubur di Sipirok kota kelahirannya.
f. Sudut Pandang
Sudut pandang novel ini adalah orang ketiga
g. Gaya Penulisan
Gaya Penulisan dalam Novel Azab dan Sengsara mempergunakan bahasa melayu dan
juga banyak sekali mempergunakan majas khususnya majas metafora dan
personifikasi yang memberikan kesan lebih indah didalam melukiskan suasana
dalam novel tersebut.
Sinopsis
Suatu keluarga mempunyai dua orang
anak, seorang bernama Tohir (setelah dewasa bergelar Sutan Baringin), dan
seorang lagi perempuan, adik Sutan Baringin yang kemudian menikah dengan Sutan
di atas, seorang Kepala Kampung A dari Luhak Sipirok, dan mempunyai seorang
anak tunggal laki-laki bernama Aminu'ddin.
Ayah Sutan Baringin bersikap keras
dalam mendidik sutan Baringin, dan sikap ini bertentangan dengan istrinya yang
selalu memanjakan Sutan Baringin. Apapun yang diminta Sutan Baringin
selalu dipenuhi. Akibatnya,setelah dewasa ia tumbuh menjadi seorang
pemuda yang angkuh, bertabiat buruk, serta suka menghambur-hamburkan harta orang
tuanya. Kedua orang tuanya menikahkan Sutan Baringin dengan Nuria, seorang
wanita yang berbudiluhur pilihan ibunya. Namun, kebiasaan buruk Sutan Baringin
tetap dilakukannya sekalipun ia telah berkeluarga. Ia tetap berfoya-foya
menghabiskan harta benda kedua orang tuanya, bahkan ia sering berjudi dengan
Marah Sait, sahabat karibnya. Ketika ayahnya meninggal, tabiat buruknya semakin
menjadi-jadi. Bahkan ia tidak sungkan-sungkan untuk menghabiskan seluruh harta
warisan untuk berjudi. Akibatnya, hanya dalam waktu sekejap saja, harta warisan
yang diperolehnya terkuras habis. Ia pun jatuh miskin dan memiliki banyak
utang. Dari
perkawinannya dengan Nuria, Sutan Baringin mempunyai dua orang anak, yang satu adalah perempuan bernama Mariamin, sedangkan yang satunya lagi
laki-laki. Mariamin sangat menderita akibat tingkah laku ayahnya. Ia selalu
dihina oleh warga kampung, karena hidupnya sengsara, cinta kasih wanita yang
berbudi luhur ini dengan Aminu’ddin pun mendapat halangandari kedua orang tua
Aminu’ddin.
Persahabatan Aminudin dan Mariamin
terjalin semenjak masa kanak-kanak. Menginjak remaja, hubungan keduanya
beranjak menjadi hubungan percintaan. Aminu’ddin hendak mempersunting Mariamin.
Ia mengutarakan niatnya pada kedua orang tuanya. Ibunya tidak keberatan,
tersebab ayah Mariamin, Sutan Baringin, adalah kakak kandungnya.
Namun, ayah Aminu’ddin, Baginda
Diatas berpandangan berbeda. Mariamin tak layak untuk menikah dengan putranya.
Sebagai kepala kampung yang kaya dan
disegani di daerah Sipirok ia merasa derajat sosialnya akan direndahkan apabila
anaknya menikah dengan anak dari almarhum Sutan Baringin; bangsawan kaya raya
yang jatuh miskin akibat boros dan serakah itu. Baginda Diatas menginginkan
anaknya menikah dengan anak bangsawan kaya yang terhormat. Ia pun menyusun
siasat untuk menggagalkan pernikahan Aminu’ddin dengan Mariamin dengan
melibatkan seorang dukun.
Demikianlah, Baginda Diatas mengajak
istrinya menemui dukun itu untuk meminta pertimbangan atas peruntungan anaknya
kelak jika menikah dengan Mariamin. Dukun yang sebelumnya telah dibayar untuk
menjalankan siasat Baginda Diatas itu meramalkan jika Aminu’ddin menikah dengan
Mariamin maka hidupnya tidak akan bahagia. Istrinya pun termakan ramalan palsu
itu. Mereka membatalkan niat untuk menikahkan anaknya dengan Mariamin. Sebagai
ganti, mereka meminang anak gadis dari keluarga kaya yang sederajat
kebangsawanan dan kekayaannya dengan baginda Diatas.
Aminu’ddin yang telah bekerja
sebagai pegawai rendah di Medan begitu berbunga-bunga hatinya, ketika sebuah
telegram dari ayahnya sampai kepadanya. Ayahnya menjanjikan akan mengantar
calon istrinya ke medan. Namun, betapa kecewa ketika yang mendapati bahwa calon
istri yang diantarkan oleh ayahnya itu bukanlah Mariamin. Sifat Kepatuhan
kepada orang tua yang dimiliki Aminu’ddin membuat ia tiada mungkin menolak
pernikahannya dengan gadis itu. Dengan hati luka, Aminu’ddin mengabari Mariamin
melalui surat. Mariamin menerima surat itu dengan perasaan kecewa. Namun, apa
boleh buat? Aminu’ddin telah memilih untuk menerima gadis yang dipilihkan oleh
orang tuanya.
Satu tahun setelah peristiwa itu,
ibunda Mariamin menjodohkan anaknya dengan Kasibun, lelaki yang tiada jelas
benar asal usulnya. Kasibun mengaku bekerja sebagai kerani di Medan. Ibunya
berharap, pernikahan anaknya dengan Kasibun akan mengurangi beban penderitaan
mereka. Belakangan barulah diketahui Kasibun ternyata telah beristri, dan
menceraikan istrinya itu sebab ingin menikahi Mariamin.
Kasibun membawa Mariamin ke Medan.
Namun, penderitaan yang diderita Mariamin tidak kian berkurang. Kasibun
memiliki penyakit kelamin. Sebab itu Mariamin sering menghindar ketika
diajaknya behubungan intim. Pertengkaran demi pertengkaran tak dapat lagi
dihindarkan. Kasibun tak segan-segan main tangan kepada istrinya.
Suatu ketika, Aminu’ddin datang
bertandang ke rumah Kasibun, dengan tiada disengaja berjumpa dengan Mariamin.
Pertemuan yang sesungguhnya berlangsung secara wajar antara kekasih lama itu
membangkitkan cemburu di hati Kasibun. Lelaki itu menghajar Mariamin sejadi-jadinya.
Kesabaran Mariamin yang telah melampaui batas, membuat Mariamin melaporkan hal
itu ke kantor polisi. Ia melaporkan segala keburukan yang telah dilakukan oleh
suaminya pada polisi. Dan polisi pun kemudian memutuskan bahwa Kasibun harus
membayar denda sekaligus memutuskan tali perkawinannya dengan Mariamin.
Setelah resmi bercerai dengan Kasibun, dia kembali ke kampung halamannya
dengan hati yang hancur. Kesengsaraan dan penderitaan batin serta fisiknya yang terus mendera dirinya menyebabkan ia
mengalami penderitaan yang berkepanjangan hingga akhirnya ajal datang merenggut
nyawanya.
2.3 Pendekatan
Didaktis
Pendekatan didaktis berusaha menemukan dan memahami gagasan,
tanggapan evaluatif maupun sikap pengarang terhadap kehidupan. Gagasan maupun
sikap itu dalam hl ini akan mampu terwujud dalamdalam suatu pandangan etis,
filosofis, maupun agamis, sehingga akan mengandung nilai-nilai yang mampu
memperkaya kehidupan rohaniah pembaca. Nilai-nilai yang terdapat dalam novel
Azab dan Sengsara diantaranya:
1. Nilai Moral
Dari novel Azab dan Sengsara ini terdapat beberapa nilai
moral yaitu kepatuhan seorang anak
kepada orang tuanya. Mariamin contohnya. Ia sangat berbakti pada ibunya. Dengan
sabar dan ikhlas ia merawat ibunya yang sakit parah. Ia tak sedikit pun
menyakiti hati ibunya dengan memperlihatkan rasa sedihnya karena ditinggal oleh
Aminuddin. Selain itu, ia juga bekerja untuk membantu ekonomi keluarganya. Hal
tersebut memperlihatkan rasa tanggung jawabnya sebagai seorang anak. Begitu pula
ketika ibunya menginginkannya untuk menikah dengan seorang kerani yang bernama
Kasibun, Mariamin tidak berani menolak karena tidak ingin menyakiti hati
ibunya. Rasa patuh itu pun diperlihatkan oleh Aminuddin, ia yang sangat
menginginkan Mariamin menjadi istrinya terpaksa harus menikahi gadis lain,
karena ayahnya tidak menyetujui jika ia menikah dengan gadis yang status
sosialnya tidak sepadan dengan keluarganya.
Nilai moral lain yaitu isteri yang
sangat berbakti dan mencintai suaminya apa adanya yang diperlihatkan oleh Nuria
ibunda Mariamin. Ia tetap dengan tulus mencintai Sultan Baringin padahal
perangai Sultan Baringin sangat buruk dan bahkan sering manyakiti hatinya.
Dalam keadaan melarat pun ia masih tetap mencintai suaminya itu, merawatnya
disaat sakit hingga ajal menjemputnya.
Selain itu adik Sutan Baringin yang
bernama Baginda mulia juga memperlihatkan kepada pembaca tentang nilai moral.
Ia sangat menghormati kakaknya, padahal Sultan Baringin sangat membencinya dan
bahkan menuduhnya ingin merebut harta warisan tinggalan neneknya. Ia pun tak
begitu saja membenci kakaknya itu, ia berusaha agar Sultan Baringin dapat
menerimanya dan tidak menuduhnya ingin merebut harta warisan. Namun kakaknya
yang keras dan tetap menuntut agar diproses secara hukum.
2. Nilai Agama
Sebagai seorang umat yang beragama,
ketika menghadapi cobaan hidup kita harus tetap bersabar, berusaha
menghadapinya dengan tabah, dan bertawakal kepada Allah. Hal ini tercermin pada
novel ini. Mariamin yang selalu mendapatkan sengsara karena kehidupan yang
melarat, tidak bisa bersatu dengan kekasihnya, serta memperoleh suami yang
jahat. Ia tidak sekali pun menyalahkan Tuhan karena telah memberikan cobaan
yang berat. Begitu juga dengan ibunda Mariamin yang senantiasa sabar dan tabah
dalam menghadapi suaminya yang selalu menyakitinya dengan ucapan maupun
perbuatan yang kasar. Ia juga tidak sekali pun menyalahkan nasib.
3. Nilai Budaya
Nilai budaya yang menonjol pada
novel ini yaitu adat masyarakat Sipirok waktu itu masih sangat kental akan adat
melayu. Masih jelas sekali adanya perjodohan. Dalam hal perjodohan ini pun
masih ada aturan yang berlaku, yaitu anak orang terpandang haruslah menikah
dengan anak orang terpandang pula. Kemudian masyarakat yang masih sangat
menghormati Kepala Kampungnya. Kepala kampung dianggap sebagai orang yang
sangat tinggi kedudukannya.
4. Nilai Pendidikan
Nilai pendidikan yang dapat kita
petik dari novel Azab dan Sengsara yaitu anak haruslah patuh pada kedua orang
tua dan menuruti apa kata mereka selama itu bukan perbuuatan maksiat. Selain
itu bahwa kita harus belajar untuk dapat bersabar karena orang yang bersifat
baik belum tentu merasakan hidup yang baik pula.
5. Nilai Sosial
Dalam novel Azab dan Sengsara karya
Merari Siregar, penggambaran hubungan manusia dalam kehidupan bermasyarakat
sangat jelas. Hubungan sosial tersebut meliputi sikap tolong-menolong, saling
menghargai dan menghormati sesama manusia, peraturan-peraturan adat dalam
pernikahan, dan sebagainya.
Sikap tolong-menolong ditampakkan
oleh tokoh Aminuddin ketika menolong Mariamin yang terjatuh di sungai. Saat
itu, keduanya sedang meniti jembatan untuk menyeberangi sungai, namun naas bagi
Mariamin karena terjerumus masuk sungai yang arusnya deras. Dengan sigap,
Aminuddin melompat hendak menolong Mariamin. Sikap yang digambarkan oleh
Aminuddin ini merupakan sikap yang mencerminkan hubungan sosial yang baik dalam
kehidupan bermasyarakat.
Sikap suka menolong juga ditampakkan
oleh tokoh Aminuddin di sekolah. Dia sering membantu teman-temannya mengerjakan
tugas-tugas yang dianggap susah. Walaupun Aminuddin pernah dimarahi oleh
gurunya karena membantu temannya mengerjakan tugas, namun akhirnya gurunya
menyadari bahwa sikap yang dilakukan oleh Aminuddin semata-mata untuk membantu
sesama.
Masyarakat yang ada di sekitar
tempat tinggal Aminuddin pun memiliki sikap suka menolong. Hal ini terlihat
saat seorang ibu melahirkan anaknya ketika ditinggal pergi oleh suaminya. Dalam
keadaan yang serba kekurangan itulah, masyarakat membantu sang ibu, baik dari segi
materi maupun mengurus rumah tangga karena sang ibu tidak dapat lagi berbuat
apa-apa.
6. Nilai Kekeluargaan
Nilai-nilai kekeluargaan juga
tergambar jelas dalam hubungan pernikahan. Masyarakat Batak yang menjadi latar
tempat novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar ini sangat menjunjung
tinggi adat yang sudah dilestarikan dari nenek moyang. Hal yang sangat kental
dalam adat pernikahan adalah persukuan (marga). Masyarakat Batak tidak akan
menikah dengan marga yang sama karena masih dianggap sebagai saudara. Dalam hal
pernikahan, mereka akan mencari jodoh pada marga yang lain.
Secara kuantitas,
peraturan-peraturan pernikahan ini akan memperluas kekerabatan masyarakat
Batak. Mereka tidak hanya mengenal sesama marga, tetapi akan berupaya mengenal
masyarakat dari marga lain. Hubungan pernikahan inilah yang menjadi penyambung
komunikasi antara satu marga dengan marga lainnya.
Selain sikap tolong-menolong, dalam
novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar ini digambarkan pula sikap saling
menghargai dan menghormati sesama. Hal ini dapat dilihat saat Baginda Diatas
berkunjung ke rumah Mariamin. Walaupun Baginda Diatas telah melukai hati
Mariamin, namun Mariamin tetap menjamu Baginda Diatas sebagaimana layaknya
seorang tamu.
Masyarakat Batak akan selalu
berupaya untuku tetap menyambung tali silaturahmi. Konflik yang pernah terjadi
antara keluarga Aminuddin dan keluarga Mariamin seakan tidak pernah terjadi.
Keluarga Mariamin menerima Baginda Diatas (ayah Aminuddin) dengan ramah-tamah.
Begitu pula sebaliknya, Baginda Diatas memberikan bantuan kepada keluarga
Mariamin karena tergolong keluarga miskin.
Hubungan silaturahmi ini jelas
sekali tergambar ketika Aminuddin berkunjung ke rumah Mariamin di Medan setelah
mendapatkan berita bahwa Mariamin telah menikah dan tinggal di Medan bersama
suaminya. Aminuddin mengunjungi Mariamin karena dianggap sebagai saudara
sekampung.
2.2 Pendekatan
Historis
Pendekatan historis menekankan pada pemahaman tentang
biografi pengarang, latar belakang peristiwa kesejarahan yang melatar belakangi masa terwujudnya prosa fiksi yang dibaca,
serta tentang bagaimana perkembangan kehidupan penciptaan maupun kehidupan sastra itu sendiri pada
umumnya dari zaman ke zaman.
TATA TERTIB
SISWA
Kelas IXc (Sembilan che)
I. TERTIB MASUK KELAS
1. Siswa
harus sudah datang di sekolah selambat-lambatnya 10 menit sebelum
Pelajaran di mulai.
2. Menaruh
tas dan alat lainnya di laci / meja masing-masing kemudian keluar kelas.
3. Petugas
piket harus datang lebih awal kemudian mengatur dan membersihkan kelas.
4. Siswa
yang sering terlambat harus ditegur/ diberi peringatan.
5. Siswa
yang tidak masuk harus ijin secara tertulis / lisan.
6. Siswa
segera berbaris dengan tertib di depan kelas masing-masing.
7. Ketua
kelas menyiapkan barisan.
8. Siswa
masuk kelas satu persatu dengan tertib dan duduk di tempatnya masing-masing.
III. DI DALAM KELAS
1. Berdo’a
bersama dipimpin oleh ketua kelas.
2. Memberi
salam kepada guru dan pelajaran di mulai.
3. Pada
saat pelajaran berlangsung kelas dalam suasana tertib, dan berkonsentrasi pada
Mata pelajaran.
4. Siswa
tidak boleh meninggalkan kelas tanpa alasan tertentu.
5. Siswa
tidak boleh makan dan ramai sendiri.
. 6.
memeriksa kerapian, kebersihan dan kesehatan siswa satu persatu, kuku,
kerapian
Rambut, kerapian dan kebersihan pakaian.
IV. WAKTU ISTIRAHAT
1. Pada
saat bel istirahat berbunyi siswa keluar kelas dengan tertib.
2. Siswa
tidak boleh di dalam kelas ketika istirahat.
3. Selama
istirahat siswa tidak boleh meninggalkan sekolah tanpa ijin.
4. Pada
saat bel masuk lagi berbunyi siswa masuk kelas dengan tertib dan duduk dengan
Tenang di tempatnya masing-masing.
V. WAKTU PULANG
1. Ketika
bel pulang berbunyi, pelajaran berakhir, dengan do’a dan mengucapkan salam
Kepada guru.
2. Guru
memberi nasehat – nasehat, mengingatkan tentang tugas-tugas, pekerjaan rumah.
3. Siswa
keluar kelas dengan tertib.
VI. KETERTIBAN LAIN
1.
Mengikuti upacara bendera setiap hari Senin.
2.
Mengikuti senam pagi.